Jumat, 25 Oktober 2019

Macam-Macam Putusan Hakim

Pasal 185 HIR/196 Rbg menentukan,
putusan yang bukan merupakan putusan akhir
walaupun harus diucapkan dalam persidangan
juga, tidak dibuat secara terpisah, melainkan
hanya dituliskan dalam berita acara
persidangan saja. Kedua belah pihak dapat
meminta supaya kepada mereka diberi salinan
yang sah dari putusan itu dengan ongkos
sendiri.
Di pengadilan negeri dapat dibedakan
putusan pengadilan atas 2 (dua) macam yaitu:
1. Putusan sela (tussen vonnis)
2. Putusan akhir (end vonnis)
Putusan sela adalah putusan yang
dijatuhkan sebelum putusan akhir yang
diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan
atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan
perkara. Seperti tergugat mengajukan suatu
tangkisan (eksepsi) yang menyatakan bahwa
pengadilan negeri tersebut tidak berwenang
mengadili (kompetensi abslout), karena perkara
tersebut adalah wewenang pengadilan lain.
Dalam hal ini, pasal 136 HIR menentukan
eksepsi (tangkisan) yang sekiranya hendak
dikemukakan oleh orang yang digugat, kecuali
tentang hal hakim tidak berkuasa, tidak boleh
dikemukakan dan ditimbang sendiri-sendiri
tetapi harus dibicarakan dan diputuskan
bersama-sama dengan pokok perkara. Berbeda
dengan perkara pidana di mana putusan sela
terhadap semua jenis eksepsi dapat diputuskan
secara terpisah dari putusan akhir, sedangkan
dalam perkara perdata kecuali eksepsi tentang
kewenangan mengadili putusan sela tidak
dibuat secara terpisah, melainkan hanya
dituliskan dalam berita acara pemeriksaan.
Dalam hukum acara perdata dikenal
beberapa macam putusan sela yaitu:
1. Putusan preparatoir, yaitu putusan
persiapan mengenai jalannya
pemeriksaan untuk melancarkan segala
sesuatu guna mengadakan putusan akhir,
seperti putusan untuk menolak
pengunduran sidang.
2. Putusan interlocutoir, yaitu putusan yang
isinya memerintahkan pembuktian.
Seperti putusan untuk memeriksa saksi
atau pemeriksaan setempat. Karena
putusan ini menyangkut masalah
pembuktian, maka putusan interlocutoir
akan mempengaruhi putusan akhir.
3. Putusan Incidenteil adalah putusan yang
berhubungan dengan insiden yaitu
peristiwa yang menghentikan prosedur
peradilan biasa seperti putusan yangmembolehkan pihak ketiga ikut serta
dalam suatu perkara.
4. Putusan Provisionil, yaitu putusan yang
menjawab tuntutan provisi yaitu
permintaan pihak yang berperkara agar
diadakan tindakan pendahuluan guna
kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan. Seperti dalam
perceraian sebelum pokok perkara
diputuskan, isteri minta dibebaskan dari
kewajiban untuk tinggal bersama dengan
suaminya, karena suaminya suka
menganiaya. Seperti dalam atap rumah
yang disewa oleh penggugat dirusak oleh
tergugat, sedangkan pada waktu itu
musim hujan sehingga tergugat harus
segera dihukum untuk memperbaiki atap
tersebut.2
Putusan akhir adalah putusan yang
mengakhri perkara pada tingkat pemeriksaan
pengadilan, meliputi pengadilan tingkat
pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah
Agung. Putusan akhir menurut sifatnya
amarnya (diktumya) dapat dibedakan atas 3
macam:
1. Putusan condemnatoir yaitu putusan
hakim yang bersifat menghukum salah
satu pihak untuk memenuhi prestasi
tersebut. Seperti putusan hakim yang
menghukum tergugat untuk
mengembalikan barang, menyerahkan
sejumlah uang ganti rugi dan lain-lain
kepada penggugat.
2. Putusan deklaratoir yaitu putusan yang
dijatuhkan oleh hakim yang bersifat
menerangkan bahwa telah diterapkan
suatu keadaan hukum atau menentukan
adanya keadaan hukum yang dinyatakan
oleh para pihak (penggugat), seperti
putusan hakim yang menyatakan anak
tersebut adalah anak sah dari pasangan
suami istri Ahmad dan Aminah, putusan
tentang kelahiran seseorang, kedudukan
ahli waris dan sebagainya.
3. Putusan konstitutif yaitu putusan hakim
yang bersifat ditetapkan suatu keadaan
baru atau dihapuskannya keadaan
hukum, pembatalan suatu perjanjian,
putusan tentang perceraian dan lain-lain.
Di lihat dari kehadiran tergugat ke muka
sidang, maka putusan akhir dapat dibedakan
di atas:
1. Putusan kontradiktoir yaitu putusan
yang dijatuhkan oleh hakim dalam
keadaan pihak tergugat pernah datang
menghadap ke muka sidang di
pengadilan, meskipun tergugat tidak
memberikan perlawanan atau
pengakuan.
2. Putusan verstek yaitu putusan yang
dijatuhkan oleh hakim dalam keadaan
pihak tergugat tidak pernah hadir
dipersidangan meskipun telah di panggil
secara patut. Dalam hal ini hakim harus
mempertimbangkan ketentuan pasal 15,
16 HIR, pasal 149, 150 Rbg dan syarat-
syarat bahwa tergugat tidak pernah
datang menghadap pada hari sidang
yang telah ditentukan, juga tidak
mengirimkan wakil atau kuasanya yang
sah, telah dipanggil secara patut, petitum
tidak melawan hak, dan beralasan maka
gugatan dikabulkan dengan putusan
verstek


Sumber: HUKUM ACARA PERDATA
DR. Kamarusdiana, M.H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar