Jumat, 27 September 2019

Wanprestasi


   Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.1Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. 

  Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, isi ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya tidak boleh dilakukannya. Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi itu dapat berupa perbuatan : 
  1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.
  2.  Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.
  3. Terlambat memenuhi prestasi.
  4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan. 
  Sedangkan menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi itu dapat berupa: 
  1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
  2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga dapat dikatakan wanprestasi.
  3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

  Abdul kadir Muhammad, menyatakan wanprestasi terjadi dikarenakan adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu: 
  1. Keadaan memaksa (overmach / force mejeur).
  2. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai.                                
  Overmach adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Overmacht di bagi dua yaitu: 
  1. Overmacht mutlak adalah apabila prestasi sama sekali tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. 
  2. Overmacht yang tidak mutlak adalah pelaksanaan prestasi masih dimungkinkan, hanya memerlukan pengobanan dari debitur. 
  Kesengajaan maupun lalai, kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang berbeda, dimana akibat akibat adanya kesengajaan, sidebitur harus lebih banyak mengganti kerugian dari pada akibat adanya kelalaian. Surat peringatan yang menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi disebut dengan somasi. 
   Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.   Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: 
  1. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan. 
  2. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.
  3. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan.
  Apabila seorang dalam keadaan-keadaan tertentu beranggapan bahwa perbuatan debiturnya akan merugikan, maka ia dapat minta pembatalan perikatan. Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur yang menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak “declaratoir”. Malahan hakim itu mempunyai suatu kekuasaan “discretionair” artinya ia berwenang menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang diminta harus diluluskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar