Menurut Pasal 1 angka 10 UU 30/1999, konsiliasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan.. Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Sesuai dengan Pasal 1 ayat 13 UU PPHI, konsiliasi hanya berwenang menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja.Konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak tercapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian tercapai, maka konsiliator bersama dengan para pihak dapat menandatangani perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan ke PHI.
Endrik Safudin dalam buku Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase menerangkan bahwa konsiliasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan dibantu oleh pihak ketiga atau konsiliator. Pihak ketiga dalam konsiliasi berbeda dengan pihak ketiga dalam mediasi, karena konsiliator bersifat lebih aktif dibandingkan dengan mediator. Konsiliator bertugas tidak hanya sebagai fasilitator, seperti mediator, namun juga bertugas untuk menyampaikan pendapat tentang duduk persoalan, memberikan saran-saran yang meliputi keuntungan dan kerugian dan mengupayakan tercapainya suatu kesepakatan kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa.
Selanjutnya, berpedoman pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”) untuk memberikan contoh upaya konsiliasi di Indonesia.
Konsiliasi Hubungan Industrial
Berdasarkan Pasal 1 ayat 13 UU 2/2004, konsiliasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Yang dimaksud dengan konsiliator hubungan industrial menurut Pasal 1 ayat 14 UU 2/2004 adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Konsiliator melakukan penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan dalam wilayah kerjanya yang meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Konsiliator tersebut harus terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Selain itu, syarat menjadi konsiliator adalah:
a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b) warga negara Indonesia;
c) berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
d) pendidikan minimal lulusan Strata Satu (S1);
e) berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
f) berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g) memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 tahun;
h) menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan; dan
i) syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Jika mencapai suatu kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri.
Jika kesepakatan tidak tercapai, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis. Apabila ada pihak yang menolak, maka salah satu atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar