Orang dalam kehidupan sehari-hari banyak menyebut “perkara” jika menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikan antara pihak-pihak. Cara mengatasinya, mereka meminta penyelesaian melalui pengadilan. Apabila seorang mengajukan permohonan kepada pengadilan agar pemohon ditetapkan sebagai pemilik barang, ahli waris,wali, atau pengangkat anak, dikatakan bukan perkara karena tidak ada yang diselisihkan. Konsep yang demikian ini sebenarnya tidak tepat. Karena itu, perlu dibedakan antara istilah “perkara” dan istilah “sengketa”. Lingkup istilah perkara lebih luas daripada lingkup istilah sengketa. Sengketa itu termasuk perkara, tetapi perkara belum tentu sengketa.
Konsep perkara meliputi dua keadaan, yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan, atau ada yang disengketakan. Perselisihan atau persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri, tetapi memerlukan penyelesaian melalui pengadilan sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak. Contohnya adalah sengketa tentang warisan, jual beli, dan pemakaian merk dagang.
Tugas pengadilan adalah menyelesaikan sengketa dengan adil, dengan mengadili pihak-pihak yang bersengketa dalam siding pengadilan dan kemudian memberikan putusannya. Tugas pengadilan yang demikian ini termasuk dalam Jurisdicto Contentiosa, artinya kewenangan mengadili dalam arti sebenarnya untuk memberikan suatu putusan keadilan dalam suatu sengketa. Pengadilan dalam menjalankan tugas bedasarkan Jurisdicto Contentiosa harus bebas dari pengaruh atau tekanan pihak mana pun (independent justice).
Tidak ada perselisihan artinya tidak ada yang diselisihkan, tidak ada yang disengketakan. Pihak yang bersangkutan tidak minta peradilan atau putusan pengadilan. Tetapi minta ketetapan dari pengadilan tentang status sesuatu hal sehingga mendapat kepastian hokum yang wajib dihormati dan diakui semua orang. Contohnya adalah permohonan untuk ditetapkan sebagai ahli waris yang sah atau permohonan tentang pengangkatan anak. Tugas pengadilan semacam ini termasuk dalam Jurisdicto Voluntaria, artinya kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, tetapi bersifat administratif saja. Dalam hal ini, pengadilan bertugas sebagai pejabat administrasi negara untuk mengatur suatu hal.
Untuk mengetahui perbedaan yang jelas antara Jurisdcito Contentiosa dengan Jurisdicto Voluntaria, berikut ini diuraikan perbedaan tersebut dari beberapa segi, yaitu:
a. Pihak yang berperkara
Para Jurisdicto Contentiosa selalu ada dua pihak yang berperkara sedangkan pada Jurisdicto voluntaria hanya ada satu pihak yang berkepentingan.
b. Aktivitas pengadilan yang memeriksa
Pada jurisdicto contentiosa aktivitas pengadilan terbatas pada yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak, sedangkan pada jurisdicto voluntaria aktivis pengadilan dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas pengadilan bercorak administratrif yang bersifat mengatur (administrative regulation).
c. Kebebasan pengadilan
Pada jurisdicto contentiosa, pengadilan hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang dan tidak berada di bawah pengaruhh atau tekanan pihak mana pun, pengadilan hanya menerapkan ketentuan hokum positif. Sedangkan pada jurisdicto voluntaria pengadilan selalu memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk mengatur suatu hal.
d. Kekuatan mengikat keputusan pengadilan
Pada jurisdicto contentiosa putusan pengadilan hanya mempunyai kekuatan mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi. Sedangkan pada jurisdicto voluntaria putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat terhadap semua orang
Konsep “beracara” dalam hokum acara perdata dapat dipakai dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, beracara meliputi tindakan hokum yang dilakukan, baik di luar maupun di dalam siding pengadilan guna menyelesaikan suatu perkara menurut ketrntuan hukum acara perdata. Tindakan hukum tersebut meliputi tindakan persiapan, tindakan acara sesungguhnya didalam siding pengadilan, dan tindakan pelaksanaan putusan pengadilan. Sedangkan dalam arti sempit, beracara meliputi tindakan beracara sesungguhnya di dalam siding pengadilan sejak siding pertama sampai dengan siding terkahir pengadilan menjatuhkan putusannya.
Tindakan persiapan adalah tindakan untuk mempersiapkan segala sesuatu guna keperluan siding pemeriksaan perkara. Tindakan ini meliputi cara mengajukan perkara ke pengadilan, memanggil pihak-pihak yang berperkara, melakukan sifat jaminan (conservatore beslag), penggabungan beberapa perkara menjadu satu perkara, atau sebaliknya memisahkan menjadi beberapa perkara guna memudahkan atau menyederhanakan pemeriksaan perkara, atau untuk menghemat biaya, tenaga dan waktu. Melakukan sita jaminan artinya meletakkan sita atas benda sengketa dengan tujuan untuk melindungi atau mengamankan agar benda sengketa jangan hilang, rusak, atau dipindahtangankan sebelum perkara selesai.
Tindakan beracara sesungguhnya adalah tindakan mengenai jalannya pemeriksaan dalam sidan pengadilan dari siding pertama sampai siding penjatuhan putusan. Tindakan melaksanakan putusan pengadilan adalah tindakan menjalankan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap agar hak dan kewajiban pihak-pihak yang berperkara dipenuhi atau dipulihkan sebagaimana mestinya. Tindakan pelaksanaan putusan apabila diperlukan dapat minta bantuan aparat keamanan.
Sumber Rujukan
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H (Hukum Acara Perdata Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar