Sebenarnya istilah konvensi, rekonvensi, eksepsi, dan provisi tidak hanya ditemui dalam putusan arbitrase saja, tetapi juga dalam putusan perkara perkara perdata di pengadilan. Arbitrase pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa perdata tetapi tidak melalui jalur pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pengertian arbitrase yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) sebagai berikut:
"Arbitrase adalah cara penyelesaian perdata di luar peradilan umum yang dibuat berdasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa."
Oleh karena itu, istilah konvensi, rekonvensi, eksepsi, dan provisi yang dikenal dalam arbitrase juga sama dengan yang dikenal dalam proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan. Selanjutnya, kami akan membahas pengertian istilah-istilah tersebut satu per satu.
Sebuah. Rekonvensi
* Menurut M. Yahya Harahap hearts buku Hukum Acara Perdata TENTANG Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan (hal. 468) Istilah (Gugatan) rekonvensi diatur hearts Pasal 132a HIR Yang maknanya rekonvensi Adalah Gugatan Yang diajukan tergugat sebagai Gugatan Balasan Terhadap Gugatan yang meminta penggugat diundang. Dalam Penjelasan Pasal 132a HIR disebutkan, Oleh KARENA Bagi tergugat diberi kesempatan untuk review mengajukan Gugatan melawan, artinya. untuk menggugat kembali penggugat, maka tergugat tidak perlu meminta pertanggungan balik baru, akan tetapi cukup dengan memajukan gugatan pembalasan
b. Kontran
Istilah konvensi sebenarnya merupakan istilah untuk menyebut gugatan awal atau gugatan asli. Istilah ini memang jarang digunakan dibandingkan istilah gugatan karena istilah konvensi baru akan digunakan sebagai pengganti rekonvensi (gugatan balik tergugat untuk penggugat). Di dalam penjelasan Yahya Harahap (hal. 470), Anda dapat menemukan kompilasi penggugat asal (A) digugat balik oleh tergugat (B) maka gugatan A disebut gugatan konvensi dan gugatan balik B disebut gugatan rekonvensi.
c. Eksepsi
Menurut Yahya Harahap (hal. 418), eksepsi tentang umum, akan tetapi dalam konteks hukum acara, lengkap tangkisan atau bantahan yang ditujukan untuk hal-hal yang memerlukan persyaratan atau formalitas gugatan yang dapat gugatan yang tidak dapat diterima. Tujuan utama pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memperbarui pokok perkara. Eksepsi diatur hearts Pasal 136 Reglement Indonesia Y
ang Diperbaharui ( “HIR”).
d. Provisi
Saudara tidak menanyakan lebih lanjut tentang ketentuan provisi, apakah gugatan provisi atau putusan provisi. Yahya Harahap (hal. 884) menjelaskan tentang gugatan provisi yang meminta kepada hakim (dalam hal ini arbiter) agar ada tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk pokok perkara, seperti perbaikan pembangunan di tanah yang diperkarakan dengan bantuan membayat uang yang diminta. Bila dikabulkan, maka disebut putusan provisionil. Salah satu jenis putusan sela.
Di hearts Penjelasan Pasal 185 HIR disebutkan Putusan provisionil Yaitu Keputusan differences Tuntutan Supaya di hearts Hubungan pokok perkaranya Dan Menjelang Pemeriksaan pokok perkara ITU, SEMENTARA diadakan tindakan-tindakan Pendahuluan untuk review kefaedahan shalat Satu parties ATAU Ke doa belah parties. Keputusan yang demikian banyak digunakan di dalam pemeriksaan singkat.
Putusan provisionil dalam aturan arbitrase dapat ditemui dalam Pasal 32 ayat (1) UU 30/1999 :
"Atas permintaan salah satu pihak, penengah atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mendapat persetujuan jalannya memeriksa sengketa termasuk penetapan sita Pengasahan, unduh barang impor pihak, atau menjual barang yang mudah rusak."
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum :
1. Reglement Indonesia Yang Diperbarui ( Regulasi Herziene Indlandsch ) Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar